Indonesia Kita Semua
Beberapa hari ini gonjang ganjing siapa
yang akan menduduki jabatan ketua DPR terdengar cukup menggelitik kita
yang kadang tak peduli akan hal tersebut. Tapi keadaan dunia politik
hari ini seakan memaksa kita untuk sedikit peduli akan nasib bangsa ini
kedepannya.
Sejak UU yang menyatakan setiap partai
pemenang pemilu yang akan menduduki jabatan ketua DPR diganti dengan UU
MD3 yang menyatakan ketua DPR dipilih langsung oleh anggota DPR, bukan
dari partai pemenang pemilu lagi, membuat kita bertanya-tanya apakah ini
tandanya semua hal akan di demokrasikan. Tetapi setelah melihat kondisi
terkini kita baru menyadari bahwasanya ini strategi untuk menjadikan
DPR alat pengawas super ketat bagi eksekutif pemerintah. Karena keduanya
adalah lawan yang berbeda kepentingan, yang satu bisa mengalahan yang
lain, yang lain tak mau kalah dari yang satu. Jadilah hari ini seakan
pemerintah vs DPR.
Sebenarnya hal ini bagus ketika kita
melihat dari sudut pandang kolektivitas dan produktivitas kenierja
nantinya. DPR akan selalu serius memonitoring setiap pergerakan
pemerintah dan jika ada kesalahan maka tanpa ampun akan dihukum. Ibarat
ketika kita dikelas rangking dua, maka kedepannya kita pasti akan
mengawasi yang rangking satu. Dan jika rangking satu melakukan
kesalahan, maka kita tanpa ragu untuk melaporkannya ke guru agar dia
dihukum. Mungkin seperti itu lah analogi negara kita 5 tahun kedepan.
Tetapi jika melihat dari sudut pandang
seorang rakyat, ketakutan yang terjadi adalah DPR akan terlalu sibuk
melakukan pengawasan super ketat kepada pemerintah dan lupa akan
kepentingan rakyatnya. Padahal DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tugasnya
pengawasan dan juga representatif dari rakyat Indonesia.
Berkaca dari pengalaman 10 tahun
kebelakang pemerintahan SBY, DPR dan Pemerintah adalah satu koalisi,
bahkan satu partai lagi. Hal itu yang membuat rasa segan dan tak mau
tahu lebih mendominasi daripada tanggung jawab profesionalitas akan
amanah yang diemban. Dan kemudian berdampak pada lemahnya pengawasan
membuat banyak mentri dari pihak pemerintah dan anggota dari DPR lebih
leluasa bermain “curang” dalam menjalankan amanahnya. Itu terlihat dari
banyaknya mentri dan anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Kalau
dulu korupsi dilakukan perseorangan, dan itu membuat malunya luar biasa,
tapi sekarang bukan hanya shalat yang berjamaah, korupsi pun sudah
memakai konsep berjamaah pula dan bangga ketika ditangkap KPK (Komisi
Pemberantas Korupsi).
Banyaknya kejahatan terjadi di Indonesia
bukan karena banyaknya jumlah orang jahat, tetapi banyaknya orang baik
Diam dan menDiamkannya kata Anies Baswedan (Founder gerakan Turun
Tangan). Hari ini banyak orang yang bermasalah malah bangga dan terlihat
senang akan kesalahan yang telah dibuatnya. Tetapi banyak orang baik
tak percaya diri mengaku dirinya orang baik dengan alasan takut riya dan
dikira sombong.
Mungkin hari ini kita yang masih
dikategorikan pemuda, jangan apatis memandang bangsa ini, ingat kita
lahir, minum, makan dan berpijak dari dan di tanah ini. Sudah saatnya
kita berprestasi dan berkontribusi untuk bangsa ini. Tak hanya urun
angan memprotes yang salah dan hanya mengeluh tanpa solusi. Mari kita
turun tangan beresin masalah dibangsa ini. Indonesia adalah negara yang
sangat luas secara geografis, tak selesai jika hanya diberesin oleh
seorang presiden, tapi hari ini kita perlu pemimpin yang menggerakkan
setiap anak bangsa dan membuat kita merasa punya masalah tentang bangsa
ini dan ikut terlibat langsung dalam penyelesaian masalah bangsa.
Sesuai dengan qoutenya Soe Hok Gie sang
legenda aktivis mahasiswa yang lebih baik diasingkan daripada menyerah
dalam kemunafikan. Dia juga berpendapat kita generasi muda yang bertugas
memberantas generasi tua yang bermasalah dan menghakimi mereka dengan
ditembak mati dilapangan terbuka.
Ini Indonesia kita semua dan kita cinta Indonesia.
0 komentar: