Indonesia Kita Semua

03.43 Unknown 0 Comments

Beberapa hari ini gonjang ganjing siapa yang akan menduduki jabatan ketua DPR terdengar cukup menggelitik kita yang kadang tak peduli akan hal tersebut. Tapi keadaan dunia politik hari ini seakan memaksa kita untuk sedikit peduli akan nasib bangsa ini kedepannya.

Sejak UU yang menyatakan setiap partai pemenang pemilu yang akan menduduki jabatan ketua DPR diganti dengan UU MD3 yang menyatakan ketua DPR dipilih langsung oleh anggota DPR, bukan dari partai pemenang pemilu lagi, membuat kita bertanya-tanya apakah ini tandanya semua hal akan di demokrasikan. Tetapi setelah melihat kondisi terkini kita baru menyadari bahwasanya ini strategi untuk menjadikan DPR alat pengawas super ketat bagi eksekutif pemerintah. Karena keduanya adalah lawan yang berbeda kepentingan, yang satu bisa mengalahan yang lain, yang lain tak mau kalah dari yang satu. Jadilah hari ini seakan pemerintah vs DPR.

Sebenarnya hal ini bagus ketika kita melihat dari sudut pandang kolektivitas dan produktivitas kenierja nantinya. DPR akan selalu serius memonitoring setiap pergerakan pemerintah dan jika ada kesalahan maka tanpa ampun akan dihukum. Ibarat ketika kita dikelas rangking dua, maka kedepannya kita pasti akan mengawasi yang rangking satu. Dan jika rangking satu melakukan kesalahan, maka kita tanpa ragu untuk melaporkannya ke guru agar dia dihukum. Mungkin seperti itu lah analogi negara kita 5 tahun kedepan.

Tetapi jika melihat dari sudut pandang seorang rakyat, ketakutan yang terjadi adalah DPR akan terlalu sibuk melakukan pengawasan super ketat kepada pemerintah dan lupa akan kepentingan rakyatnya. Padahal DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tugasnya pengawasan dan juga representatif dari rakyat Indonesia.

Berkaca dari pengalaman 10 tahun kebelakang pemerintahan SBY, DPR dan Pemerintah adalah satu koalisi, bahkan satu partai lagi. Hal itu yang membuat rasa segan dan tak mau tahu lebih mendominasi daripada tanggung jawab profesionalitas akan amanah yang diemban. Dan kemudian berdampak pada lemahnya pengawasan membuat banyak mentri dari pihak pemerintah dan anggota dari DPR lebih leluasa bermain “curang” dalam menjalankan amanahnya. Itu terlihat dari banyaknya mentri dan anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Kalau dulu korupsi dilakukan perseorangan, dan itu membuat malunya luar biasa, tapi sekarang bukan hanya shalat yang berjamaah, korupsi pun sudah memakai konsep berjamaah pula dan bangga ketika ditangkap KPK (Komisi Pemberantas Korupsi).

Banyaknya kejahatan terjadi di Indonesia bukan karena banyaknya jumlah orang jahat, tetapi banyaknya orang baik Diam dan menDiamkannya kata Anies Baswedan (Founder gerakan Turun Tangan). Hari ini banyak orang yang bermasalah malah bangga dan terlihat senang akan kesalahan yang telah dibuatnya. Tetapi banyak orang baik tak percaya diri mengaku dirinya orang baik dengan alasan takut riya dan dikira sombong.

Mungkin hari ini kita yang masih dikategorikan pemuda, jangan apatis memandang bangsa ini, ingat kita lahir, minum, makan dan berpijak dari dan di tanah ini. Sudah saatnya kita berprestasi dan berkontribusi untuk bangsa ini. Tak hanya urun angan memprotes yang salah dan hanya mengeluh tanpa solusi. Mari kita turun tangan beresin masalah dibangsa ini. Indonesia adalah negara yang sangat luas secara geografis, tak selesai jika hanya diberesin oleh seorang presiden, tapi hari ini kita perlu pemimpin yang menggerakkan setiap anak bangsa dan membuat kita merasa punya masalah tentang bangsa ini dan ikut terlibat langsung dalam penyelesaian masalah bangsa.

Sesuai dengan qoutenya Soe Hok Gie sang legenda aktivis mahasiswa yang lebih baik diasingkan daripada menyerah dalam kemunafikan. Dia juga berpendapat kita generasi muda yang bertugas memberantas generasi tua yang bermasalah dan menghakimi mereka dengan ditembak mati dilapangan terbuka.

Ini Indonesia kita semua dan kita cinta Indonesia.

0 komentar: